Awan
Awan adalah massa terlihat dari tetesan air atau beku kristal tergantung di atmosfer di atas permukaan bumi atau lain planet tubuh. Awan juga terlihat massa tertarik oleh gravitasi, seperti massa materi dalam ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. Awan dipelajari dalam ilmu tentang awan atau awan fisika cabang meteorologi
Di Bumi substansi biasanya kondensasi uap air . Dengan bantuan partikel higroskopis udara seperti debu dan garam
dari laut, tetesan air kecil terbentuk pada ketinggian rendah dan
kristal es pada ketinggian tinggi bila udara didinginkan untuk jenuh
oleh konvektif lokal atau lebih besar mengangkat non-konvektif
skala. Pada beberapa kasus, awan tinggi mungkin sebagian terdiri dari
tetesan air superdingin. Tetesan dan kristal biasanya sekitar 0,01 mm
(0,00039 in) diameter. Para agen yang paling umum dari lift termasuk
pemanasan matahari
di siang hari dari udara pada tingkat permukaan, angkat frontal yang
memaksa massa udara lebih hangat akan naik lebih dari atas sebuah
airmass pendingin, dan mengangkat orografik
udara di atas gunung. Ketika naik udara, mengembang sebagai tekanan
berkurang. Proses ini mengeluarkan energi yang menyebabkan udara dingin.
Ketika dikelilingi oleh milyaran tetesan lain atau kristal mereka
menjadi terlihat sebagai awan. Dengan tidak adanya inti kondensasi,
udara menjadi jenuh dan pembentukan awan terhambat. dalam awan padat
memperlihatkan pantulan tinggi (70% sampai 95%) di seluruh terlihat
berbagai panjang gelombang. Mereka sehingga tampak putih, setidaknya
dari atas. tetesan Cloud cenderung menyebarkan cahaya efisien, sehingga
intensitas radiasi matahari berkurang dengan kedalaman ke gas, maka
abu-abu atau bahkan gelap kadang-kadang penampilan mereka di dasar awan .
awan tipis mungkin tampak telah memperoleh warna dari lingkungan mereka
atau latar belakang dan awan diterangi oleh cahaya non-putih, seperti
saat matahari terbit atau terbenam, mungkin tampak berwarna sesuai. Awan
terlihat lebih gelap di dekat-inframerah karena air menyerap radiasi
matahari pada saat- panjang gelombang .
Pembentukan awan
Udara
selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini meluap menjadi
titik-titik air, maka terbentuklah awan. Peluapan ini bisa terjadi
dengan dua cara:
- Apabila
udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air
lebih cepat menyejat. Udara panas yang sarat dengan air ini akan
naik tinggi, hingga tiba di satu lapisan dengan suhu yang lebih
rendah, uap itu akan mencair dan terbentuklah awan, molekul-molekul
titik air yang tak terhingga banyaknya.
- Suhu udara tidak berubah, tetapi keadaan atmosfir lembap. Udara makin lama akan menjadi semakin tepu dengan uap air.
Apabila
awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan akan menjadi semakin
besar dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya
tarik bumi menariknya ke bawah. Hingga sampai satu titik dimana
titik-titik air itu akan terus jatuh ke bawah dan turunlah hujan
Jika
titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan
menguap dan awan menghilang. Inilah yang menyebabkan itu awan selalu
berubah-ubah bentuknya. Air yang terkandung di dalam awan silih berganti
menguap dan mencair. Inilah juga yang menyebabkan kadang-kadang ada
awan yang tidak membawa hujan
Jenis-jenis awan
awan menurut bentuknya terbagi menjadi beberapa jenis :
- Awan Commulus, yaitu awan yang bergumpal dan bentuk dasarnya horizontal
- Awan Stratus, yaitu awan tipis yang tersebar luas dan menutupi langit secara merata
- Awan Cirrus, yaitu awan yang berdiri sendiri, halus dan berserat, sering terdapat kristal es tetapi tak menimbulkan hujan
Keluarga-Keluarga Awan
Awan Tinggi (Keluarga A)
Bentuk
awan tinggi antara 10.000 dan 25.000 kaki (3.000 dan 8.000 m) di daerah
kutub , 16.500 dan 40.000 kaki (5.000 dan 12.000 m) di daerah beriklim
sedang dan 20.000 dan 60.000 kaki (6.000 dan 18.000 m) di daerah tropis .
Awan di Keluarga A meliputi:
- Genus
Cirrus (Ci): berserat gumpalan awan putih kristal es halus yang
muncul jelas di langit biru. Secara umum non-konvektif kecuali
castellanus dan spesies floccus.
- Spesies fibratus Cirrus (Ci fi): cirrus berserat tanpa jumbai atau kait.
- Spesies uncinus Cirrus (Ci UNC): Hooked cirrus filamen.
- Spesies spissatus Cirrus (Ci spi): cirrus Patchy padat.
- Spesies castellanus Cirrus (Ci cas): Sebagian cirrus menara.
- Spesies floccus Cirrus (Ci flo): Sebagian cirrus berumbai.
- Genus
Cirrocumulus (Cc): Sebuah lapisan awan konveksi terbatas muncul
sebagai massa bulat kecil putih atau serpih dalam kelompok atau
baris dengan riak seperti pasir di pantai.
- Spesies Cirrocumulus stratiformis (Cc str): Sheets atau patch yang relatif datar cirrocumulus.
- Spesies Cirrocumulus lenticularis (Cc len): Lens cirrocumulus berbentuk.
- Spesies Cirrocumulus castellanus (Cc cas): cirrocumulus menara.
- Spesies Cirrocumulus floccus (Cc flo): cirrocumulus berumbai.
- Genus
Cirrostratus (Cs): A non-konvektif cadar tipis yang biasanya
menimbulkan halos. Matahari dan bulan terlihat di garis yang jelas.
Biasanya mengental menjadi menjelang altostratus depan hangat atau
daerah tekanan rendah.
- Spesies Cirrostratus fibratus (Cs fib): cirrostratus berserat kurang terlepas dari cirrus.
- Spesies Cirrostratus nebulosus (Cs neb): rata selubung cirrostratus.
Awan Tengah (Keluarga B)
Awan
Tengah cenderung terbentuk pada 6.500 kaki (2.000 m), tetapi dapat
terbentuk pada ketinggian sampai 13.000 kaki (4.000 m), 23.000 kaki
(7.000 m) atau 25.000 kaki (8.000 m), tergantung pada daerah. Umumnya
lebih hangat iklim, semakin tinggi dasar awan. Nimbostratus awan
kadang-kadang disertakan dengan awan menengah. [2] The World
Meterological Organisasi mengklasifikasikan Nimbostratus sebagai awan
menengah yang dapat mengentalkan ke dalam rentang ketinggian rendah
selama hujan.
Awan di Keluarga B meliputi:
- Genus
Altocumulus (Ac): Sebuah lapisan awan konveksi yang terbatas
biasanya dalam bentuk patch tidak teratur atau bulat dalam kelompok
massa, garis, atau gelombang. altocumulus Tinggi mungkin mirip
cirrocumulus tetapi basis menunjukkan setidaknya beberapa bayangan
abu-abu terang.
- Spesies Altocumulus stratiformis (Ac str): Sheets atau patch yang relatif datar altocumulus.
- Spesies Altocumulus lenticularis (Ac len): Lens altocumulus berbentuk.
- Spesies Altocumulus castellanus (Ac cas): altocumulus menara.
- Spesies Altocumulus floccus (Ac flo): altocumulus berumbai.
- Genus
Altostratus (As):-konvektif atau tembus non cadar Buram abu-abu
biru-abu-abu awan / yang sering bentuk front bersama hangat dan
sekitar daerah tekanan rendah di mana mungkin menebal ke Nimbostratus.
Altostratus tidak dibagi lagi menjadi spesies.
Awan Rendah (Keluarga C1)
Ini
ditemukan dari dekat permukaan hingga 6.500 kaki (2.000 m) dan termasuk
Stratus genus. Ketika awan Stratus kontak dengan tanah, mereka disebut
kabut , meskipun tidak semua bentuk kabut dari Stratus.
Awan di Keluarga C1 meliputi:
- Genus
stratocumulus (Sc): Sebuah lapisan awan konveksi yang terbatas
biasanya dalam bentuk patch teratur atau massa bulat mirip dengan
altocumulus tetapi elemen yang lebih besar memiliki dengan bayangan
abu-abu yang lebih dalam.
- Spesies stratocumulus stratiformis (Sc str): Sheets atau patch yang relatif datar stratocumulus.
- Spesies stratocumulus lenticularis (Sc len): Lens stratocumulus berbentuk.
- Spesies stratocumulus castellanus (Sc cas): stratocumulus menara.
- Genus Stratus (St): Sebuah lapisan seragam non-konvektif awan yang menyerupai kabut tapi tidak beristirahat di tanah.
- Spesies nebulosus Stratus (St cotok): rata selubung Stratus.
- Spesies Stratus fractus (St fra): kasar putus selembar Stratus.
Awan Rendah Tengah (Keluarga C2)
Awan
ini dapat didasarkan manapun dari permukaan dekat sekitar 10.000 kaki
(3.000 m). Cumulus biasanya bentuk pada rentang ketinggian rendah tapi
dasar akan naik ke bagian bawah kisaran menengah saat kondisi kelembaban
relatif sangat rendah. Nimbostratus biasanya bentuk dari altostratus di
tengah rentang ketinggian tapi dasar mungkin mereda ke kisaran rendah
selama precipitaion. Kedua jenis awan dapat mencapai ketebalan yang
signifikan dan kadang-kadang diklasifikasikan sebagai awan vertikal
(Keluarga D), terutama di Eropa. Namun, cumulus biasa, menurut
definisi, tidak sesuai dengan tingkat vertikal yang menjulang cumulus
(kumulus congestus) atau paling cumulonimbus . Nimbostratus Sangat tebal
dapat perkiraan cumulus menjulang, tetapi jatuh juga pendek tingkat
vertikal awan cumulonimbus berkembang dengan baik.
Awan di Keluarga meliputi C2:
- Genus
Cumulus [5] (Cu): Awan konveksi bebas dengan cut datar basa-jelas
dan puncak kubah. Menjulang cumulus (kumulus congestus) biasanya
digolongkan sebagai awan pembangunan vertikal (Keluarga D).
- Spesies Cumulus fractus (Cu fra): awan Cumulus dipecah menjadi fragmen dan mengubah compang-camping.
- Spesies Cumulus humilis (Cu hum): awan cumulus kecil biasanya hanya dengan abu-abu terang di bawah naungan.
- Spesies mediocris Cumulus (Cu med): awan Cumulus ukuran sedang dengan bayangan abu-abu menengah bawah.
- Genus
Nimbostratus (Ns): Sebuah lapisan abu-abu gelap konvektif non-baur
yang terlihat lemah menerangi dari dalam. Ini adalah awan yang
biasanya bentuk curah hujan di sepanjang front hangat dan sekitar
daerah tekanan rendah. Nimbostratus tidak dibagi lagi menjadi
spesies.
Awan Vertikal (Keluarga D)
- Genus
cumulonimbus (Cb): massa menjulang berat awan konvektif bebas yang
berhubungan dengan badai guntur dan kamar mandi. Mereka membentuk
dalam massa udara yang sangat stabil, khususnya sepanjang front
yang bergerak cepat dingin.
- Spesies
calvus cumulonimbus (Cb cal): awan cumulonimbus dengan sangat
tinggi memotong puncak kubah-jelas mirip dengan gumpalan awan yang
menjulang tinggi.
- Spesies
capillatus cumulonimbus (Cb cap): awan cumulonimbus dengan puncak
yang sangat tinggi yang telah menjadi berserat karena adanya
kristal es.
Fitur
Supplimentary inkus capillatus cumulonimbus (Cb ink cap): Sebuah
cumulonimbus inkus atas awan adalah salah satu yang telah menyebar ke
bentuk landasan yang jelas sebagai akibat dari memukul lapisan inversi
di bagian atas troposfer. Fitur Supplimentary dengan mammatus
cumulonimbus (Cb Mam): Sebuah dasar awan mammatus ditandai oleh
gelembung-tonjolan ke bawah seperti menghadap disebabkan oleh downdrafts
lokal dalam awan. WMO Resmi jangka cumulonimbus Mama.
- Genus Cumulus (Cu)
- Spesies
Cumulus congestus (WMO: Cu Con / ICAO: TCU): Menara awan cumulus
ukuran vertikal besar, biasanya dengan dasar abu-abu gelap.
- Pyrocumulus
(tidak ada singkatan resmi): awan Cumulus yang terkait dengan
letusan gunung berapi dan kebakaran skala besar. Tidak diakui oleh
WMO sebagai genus yang berbeda atau spesies.
awan
Jika
kita melihat langit disaat cuaca cerah, kita akan melihat awan berbagai
bentuk bagaikan lukisan di atas kanvas. Baik bentuk dan ketebalan awan
tergantung dari ketinggian, tenaga dan tekanan udara yang membentuknya.
Kumpulan-kumpulan
awan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya dapat dibedakan tiga macam
yaitu awan rendah, awan sedang, dan awan tinggi. Klasifikasi awan ini
dilakukan pertama kali oleh Luke Howard (1722-1864).
Jenis-jenis awan.
- Awan rendah ketinggiannya di bawah 2.000 m. Terdiri dari awan Nimbostratus dan awan Stratus.
Awan stratus di sebut juga awan berlapis terbentuk saat massa
udara hangat perlahan naik dan menyebar diatas massa udara dingin.
Awan Nimbpstratus berwarna abu-abu dan mengindikasikan akan turun
hujan.
- Awan ketinggian sedang ketinggiannya antara 2.000 sampai 6.000 meter. Terdiri dari awan awan Altocumulus dan awan Altostratus. Awan Altocumulus berkepul-kepul, tidak rata dan berlapis, menandakan keadaan cuaca yang baik.
- Awan tinggi ketinggiannya 6.000 meter keatas. Terdiri dari awan Cirrocumolus, Cirrus, Cumulonimbus dan Cirrostratus.
Awan Cirrus tampak seperti helaian putih yang tipis seperti pita,
awan Cirrus ini terbentuk di Troposfer pada ketinggian 11.000 meter
dan terbuat dari kristal es yang dingin.
hujan
Hujan merupakan satu bentuk
presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya
salju dan
hujan es) atau aerosol (seperti
embun dan
kabut). Hujan terbentuk apabila titik
air yang terpisah jatuh ke
bumi dari
awan.
Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap
ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai
virga
Hujan memainkan peranan penting dalam
siklus hidrologi. Lembaban dari
laut menguap, berubah menjadi
awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke
bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui
sungai dan anak sungai untuk mengulangi
daur ulang itu semula.
Pengukur hujan (ombrometer) standar
Jumlah air hujan diukur menggunakan
pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman
air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah
milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Air
hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah
dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir
bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti
hamburger;
air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang
besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.
Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pelbagai peralatan seperti
payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan.
Biasanya hujan memiliki kadar asam
pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap
hujan asam.
Banyak orang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalah
petrichor,
minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.
Jenis-jenis hujan
Untuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya, atau curah hujannya.
Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya
- Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
- Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat
Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk
gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan
menjadi jenuh dan turunlah hujan.
- Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air
yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan,
suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah
hujan di sekitar pegunungan.
- Hujan
frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara
kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
- Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau
Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya
- Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
- Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celsius
- Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0° Celsius
- Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celsius dengan diameter ±7 mm.
Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi
BMKG)
- hujan sedang, 20 - 50 mm per hari
- hujan lebat, 50-100 mm per hari
- hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari
Hujan buatan
Sering
kali kebutuhan air tidak dapat dipenuhi dari hujan alami. Maka orang
menciptakan suatu teknik untuk menambah curah hujan dengan memberikan
perlakuan pada awan. Perlakuan ini dinamakan hujan buatan (rain-makin), atau sering pula dinamakan penyemaian awan (cloud-seeding).
Hujan
buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun
secara alami dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan.
Proses fisika yang dapat diubah meliputi proses tumbukan dan
penggabungan (
collisio dan
coalescense), proses pembentukan es (
ice nucleation).
Jadi jelas bahwa hujan buatan sebenarnya tidak menciptakan sesuatu dari
yang tidak ada. Untuk menerapkan usaha hujan buatan diperlukan
tersedianya awan yang mempunyai kandungan air yang cukup, sehingga dapat
terjadi hujan yang sampai ke tanah. Bahan yang dipakai dalam hujan
buatan dinamakan
bahan semai.
Hujan
adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan
berasal dari air dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air
waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu, air jamban, air
kolam, air ludah, dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik,
air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.
Air-air
tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat
adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang
ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama
uap-uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami
proses pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan bantuan
angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari baik vertikal,
horizontal dan diagonal.
Akibat
angin atau udara yang bergerak pula awan-awah saling bertemu dan
membesar menuju langit / atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin
dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu
ditopang angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke
permukaan bumi (proses presipitasi). Karena semakin rendah suhu udara
semakin tinggi maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air,
namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.
Hujan
tidak hanya turun berbentuk air dan es saja, namun juga bisa berbentuk
embun dan kabut. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi jika bertemu dengan
udara yang kering, sebagian ujan dapat menguap kembali ke udara. Bentuk
air hujan kecil adalah hampir bulat, sedangkan yang besar lebih ceper
seperti burger, dan yang lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan
besar memiliki kecepatan jatuhnya air yang tinggi sehingga terkadang
terasa sakit jika mengenai anggota badan kita.
Hujan
buatan adalah hujan yang dibuat oleh campur tangan manusia dengan
membuat hujan dari bibit-bibit awan yang memiliki kandungan air yang
cukup, memiliki kecepatan angin rendah yaitu sekitar di bawah 20 knot,
serta syarat lainnya. Ujan buatan dibuat dengan menaburkan banyak garam
khusus yang halus dan dicampur bibit / seeding ke awan agar mempercepat
terbentuknya awan jenuh. Untuk menyemai / membentuk hujan deras,
biasanya dibutuhkan garam sebanyak 3 ton yang disemai ke awan potensial
selama 30 hari. Hujan buatan saja bisa gagal dibuat atau jatuh di tempat
yang salah serta memakan biaya yang besar dalam pembuatannya.
Juhan
buatan umumnya diciptakan dengan tujuan untuk membantu daerah yang
sangat kering akibat sudah lama tidak turun hujan sehingga dapat
mengganggu kehidupan di darat mulai dari sawah kering, gagal panen,
sumur kering, sungai / danau kering, tanah retak-retak, kesulitan air
bersih, hewan dan tumbuhan pada mati dan lain sebagainya. Dengan adanya
hujan buatan diharapkan mampu menyuplai kebutuhan air makhluk hidup di
bawahnya dan membuat masyarakat hidup bahagia dan sejahtera.
EVAPOTRANSPIRASI
Air
dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuh-tumbuhan. Peristiwa
ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbeda-beda, tergantung dari
kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan.
Transpirasi
dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut
evapotranspirasi atau kebutuhan air. Jika air yang tersedia dalam tanah
cukup banyak maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi
potensial. Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi
itu banyak dan lebih sulit daripada faktor yang mempengaruhi evaporasi
maka banyaknya evapotranspirasi tidak dapat diperkirakan dengan teliti.
Akan tetapi evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan
kebutuhan air dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting
dalam siklus hidrologi. Oleh sebab itu maka telah banyak jenis dan cara
penentuannya yang telah diadakan.
Evapotranspirasi adalah jumlah dari beberapa unsur seperti terlihat dalam persamaan matematik dibawah ini.
ET = T + It + Es + Eo
Keterangan :
T : Transpirasi
It : Intersepsi total
Es : Evaporasi dari tanah, batuan dan jenis permukaan lainnya
Eo : Evaporasi permukaan air terbuka seperti sungai, danau dan waduk
Untuk tegakan hutan Eo dan Es biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi diabaikan maka ET = Es.
Evaporasi tanah (Es) adalah penguapan air langsung dari tanah mineral. Nilai Es
kecil dibawah tegakan hutan karena serasah dan tumbuhan menghalangi
radiasi matahari mencapai permukaan tanah mineral hutan dan mencegah
gerakan udara di atasnya. Es bertambah besar dengan makin berkurangnya tumbuhan dan jenis penutup tanah lainnya.
Melalui
proses transpirasi, vegetasi mengendalikan suhu agar sesuai dengan yang
diperlukan tanaman untuk hidup. Pada tingkat yang paling praktis,
perhitungan pemakaian air oleh vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai
masukan untuk memilih jenis tanaman (pertanian) yang dapat tumbuh dengan
baik di bawah kondisi curah hujan yang tidak menentu. Perhitungan
keperluan air irigasi untuk suatu tanaman juga didasarkan pada besarnya
evaportanspirasi vegetasi yang akan ditanam.
Faktor-faktor Penentu evapotranspirasi
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi besarnya
evapotranspirasi, maka evapotranspirasi perlu dibedakan menjadi
evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET). PET
lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara AET lebih
dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Uraian
tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap evapotranspirasi akan lebih
ditekankan pada pengaruh faktor- faktor tersebut pada PET.
Faktor-faktor
yang dominan mempengaruhi PET adalah radiasi panas matahari dan suhu,
kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum besarnya PET akan
meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban, dan kecepatan
angin bertambah besar.
Pengaruh
radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses fotosíntesis.
Dalam mengatur hidupnya tanaman memerlukan sirkulasi air melalui sistem
akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah (perakaran) ke
atas (daun) dipercepat dengan meningkatnya jumlah radiasi panas matahari
terhadap vegetasi yang bersangkutan.
Pengaruh
suhu terhadap PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan
intensitas dan lama waktu radiasi matahari. Namun demikian perlu
dikemukakan bahwa suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu daun dan
bukan suhu udara disekitar daun.
Pengaruh
angin terhadap PET adalah melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang
keluar dari pori-pori daun. Semakin besar kecepatan angin, semakin
besar pula laja evapotranspirasi yang dapat terjadi. Dibandingkan dengan
pengaruh radiasi panas matahari, pengaruh angin terhadap laju ET adalah
lebih kecil.
Terbukanya
stomata daun juga dianggap sebagai faktor dominan untuk berlangsungnya
ET. Ketika stomata daun terbuka, laju transpirasi ditentukan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya evaporasi, demikian
seterusnya sampai stomata daun setengah tertutup. Pada keadaan ini
tampak bahwa pengaruh fisiologi tanaman terhadap ET adalah dominan.
Namur demikian proses terbuka dan tertutupnya stomata ditentukan oleh
faktor iklim terutama lama waktu penyinaran (suhu udara). Suhu udara
dapat mempengaruhi kecepatan membuka dan menutupnya stomata. Sementara
kelembaban disekitarnya membantu memperpanjang lama waktu stomata
tersebut terbuka. Hal inilah yang menyebabkan proses ET terjadi terutama
pada siang hari dan berkurang secara drastis pada malam hari.
Kelembaban
tanah juga mempunyai peran untuk mempengaruhi terjadinya
evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang
bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air. Dengan kata lain
evapotranspirasi potensial berlangsung ketika kondisi kelembaban tanah
berkisar antara titik wilting point dan field capacity.
Iklim di Indonesia
Pembagian Iklim
Tentunya
Anda masih ingat apa yang dimaksud dengan iklim. Coba sebutkan kembali
pengertian iklim! Iklim di suatu daerah berkaitan erat dengan letak
garis lintang dan ketinggiannya di muka bumi. Berdasarkan letak garis
lintang dan ketinggian tersebut, maka iklim dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu iklim matahari dan iklim fisis.
a.
|
Iklim Matahari Iklim
matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima
oleh permukaan bumi. Pembagiannya dapat Anda perhatikan pada gambar
24 berikut.
Untuk lebih memperdalam pemahaman tentang pembagian iklim matahari tersebut di atas dapat Anda pelajari pada uraian berikut.
1)
|
Iklim Tropis Iklim tropis terletak antara 0° – 231/2° LU/LS dan hampir 40 % dari permukaan bumi.
Ciri-ciri
iklim tropis adalah sebagai berikut: Suhu udara rata-rata tinggi,
karena matahari selalu vertikal. Umumnya suhu udara antara 20- 23°C.
Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30°C.
-
- Amplitudo
suhu rata-rata tahunan kecil. Di kwatulistiwa antara 1 – 5°C,
sedangkan ampitudo hariannya lebih besar.
- Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.
- Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia.
|
2)
|
Iklim Sub Tropis Iklim sub tropis terletak antara 231/2° – 40°LU/LS. Daerah ini merupakan peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang.
Ciri-ciri iklim sub tropis adalah sebagai berikut:
- Batas
yang tegas tidak dapat ditentukan dan merupakan daerah
peralihan dari daerah iklim tropis ke iklim sedang.
- Terdapat
empat musim, yaitu musim panas, dingin, gugur, dan semi.
Tetapi musim dingin pada iklim ini tidak terlalu dingin. Begitu
pula dengan musim panas tidak terlalu panas.
- Suhu sepanjang tahun menyenangkan. Maksudnya tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
- Daerah
sub tropis yang musim hujannya jatuh pada musim dingin dan
musim panasnya kering disebut daerah iklim Mediterania, dan
jika hujan jatuh pada musim panas dan musim dinginnya kering
disebut daerah iklim Tiongkok.
|
3)
|
Iklim Sedang Iklim sedang terletak antara 40°- 661/2° LU/LS. Ciri-ciri iklim sedang adalah sebagai berikut:
- Banyak
terdapat gerakan-gerakan udara siklonal, tekanan udara yang
sering berubah-ubah, arah angin yang bertiup berubah-ubah tidak
menentu, dan sering terjadi badai secara tiba-tiba.
- Amplitudo
suhu tahunan lebih besar dan amplitudo suhu harian lebih kecil
dibandingkan dengan yang terdapat pada daerah iklim tropis.
|
4)
|
Iklim Dingin (Kutub)
Iklim dingin terdapat di daerah kutub. Oleh sebab itu iklim ini
disebut pula sebagai iklim kutub. Iklim dingin dapat dibagi dua,
yaitu iklim tundra dan iklim es. Ciri-ciri iklim tundra adalah sebagai berikut:
- Musim dingin berlangsung lama
- Musim panas yang sejuk berlangsung singkat.
- Udaranya kering.
- Tanahnya selalu membeku sepanjang tahun.
- Di musim dingin tanah ditutupi es dan salju.
- Di musim panas banyak terbentuk rawa yang luas akibat mencairnya es di permukaan tanah.
- Vegetasinya jenis lumut-lumutan dan semak-semak.
- Wilayahnya
meliputi: Amerika utara, pulau-pulau di utara Kanada, pantai
selatan Greenland, dan pantai utara Siberia.
Sedangkan ciri-ciri iklim es atau iklim kutub adalah sebagai berikut: • Suhu terus-menerus rendah sekali sehingga terdapat salju abadi. • Wilayahnya meliputi: kutub utara, yaitu Greenland (tanah hijau) dan Antartika di kutub selatan.
|
|
b.
|
Iklim Fisis Apa
yang dimaksud dengan iklim fisis. Iklim fisis adalah menurut keadaan
atau fakta sesungguhnya di suatu wilayah muka bumi sebagai hasil
pengaruh lingkungan alam yang terdapat di wilayah tersebut. Misalnya,
pengaruh lautan, daratan yang luas, relief muka bumi, angin, dan curah
hujan.
Iklim
fisis dapat dibedakan menjadi iklim laut, iklim darat, iklim dataran
tinggi, iklim gunung/pegunungan dan iklim musim (muson).
1)
|
Iklim laut (Maritim)
Iklim laut berada di daerah (1) tropis dan sub tropis; dan (2) daerah
sedang. Keadaan iklim di kedua daerah tersebut sangat berbeda.
Ciri iklim laut di daerah tropis dan sub tropis sampai garis lintang 40°, adalah sebagai berikut: a) Suhu rata-rata tahunan rendah; b) Amplitudo suhu harian rendah/kecil; c) Banyak awan, dan d) Sering hujan lebat disertai badai.
Ciri-ciri iklim laut di daerah sedang, yaitu sebagai berikut: a) Amplituda suhu harian dan tahunan kecil; b) Banyak awan; c) Banyak hujan di musim dingin dan umumnya hujan rintik-rintik; d) Pergantian antara musim panas dan dingin terjadi tidak mendadak dan tiba-tiba.
|
2)
|
Iklim Darat (Kontinen)
Iklim darat dibedakan di daerah tropis dan sub tropis, dan di daerah
sedang. Ciri-ciri iklim darat di daerah tropis dan sub tropis sampai
lintang 40(, yaitu sebagai berikut: a) Amplitudo suhu harian sangat besar sedang tahunannya kecil; dan b) Curah hujan sedikit dengan waktu hujan sebentar disertai taufan.
Ciri iklim darat di daerah sedang, yaitu sebagai berikut: a) Amplitudo suhu tahunan besar; b) Suhu rata-rata pada musim panas cukup tinggi dan pada musim dingin rendah; dan c) Curah hujan sangat sedikit dan jatuh pada musim panas.
|
3)
|
Iklim Dataran Tinggi Iklim ini terdapat di dataran tinggi dengan ciri-ciri, adalah sebagai berikut: a) Amplitudo suhu harian dan tahunan besar; b) Udara kering, c) Lengas (kelembaban udara) nisbi sangat rendah; dan d) Jarang turun hujan.
|
4)
|
Iklim Gunung Iklim gunung terdapat di dataran tinggi, seperti di Tibet dan Dekan. Ciri-cirinya, yaitu sebagai berikut: a) Amplitudo suhu lebih kecil dibandingkan iklim dataran tinggi; b) Terdapat di daerah sedang; c) Amplitudo suhu harian dan tahunan kecil; d) Hujan banyak jatuh di lereng bagian depan dan sedikit di daerah bayangan hujan; e) Kadang banyak turun salju.
|
5)
|
Iklim Musim (Muson)
Iklim ini terdapat di daerah yang dilalui iklim musim yang berganti
setiap setengah tahun. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a) Setengah tahun bertiup angin laut yang basah dan menimbulkan hujan; b) Setengah tahun berikutnya bertiup angin barat yang kering dan akan menimbulkan musim kemarau.
|
Selain
pembagian iklim menurut letak garis lintang dan ketinggian tempat,
berikut ini akan diuraikan tentang pembagian iklim menurut beberapa
para ahli antara lain:
a.
|
Pembagian Iklim Menurut Dr. Wladimir Koppen
Pada tahun 1918 Dr Wladimir Koppen (ahli ilmu iklim dari Jerman)
membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan
kelembaban udara. Kedua unsur iklim tersebut sangat besar
pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di atasnya.
Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah
iklim pokok. Masing-masing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D,
dan E.
- Iklim A atau iklim tropis. Cirinya adalah sebagai berikut:
• suhu rata-rata bulanan tidak kurang dari 18°C, • suhu rata-rata tahunan 20°C-25°C, • curah hujan rata-rata lebih dari 70 cm/tahun, dan • tumbuhan yang tumbuh beraneka ragam.
- Iklim B atau iklim gurun tropis atau iklim kering, dengan ciri sebagai berikut:
• Terdapat di daerah gurun dan daerah semiarid (steppa); • Curah hujan terendah kurang dari 25,4/tahun, dan penguapan besar;
- Iklim C atau iklim sedang. Ciri-cirinya adalah suhu rata-rata bulan terdingin antara 18° sampai -3°C.
- Iklim
D atau iklim salju atau microthermal. Ciri-cirinya adalah
sebagai berikut: Rata-rata bulan terpanas lebih dari 10°C,
sedangkan suhu rata-rata bulan terdingin kurang dari – 3°C.
- Iklim
E atau iklim kutub . Cirinya yaitu terdapat di daerah Artik
dan Antartika, suhu tidak pernah lebih dari 10°C, sedangkan
suhu rata-rata bulan terdingin kurang dari – 3°C.
Dari kelima daerah iklim tersebut sebagai variasinya diperinci lagi menjadi beberapa macam iklim, yaitu:
- Daerah iklim A, terbagi menjadi empat macam iklim, yaitu sebagai berikut:
(1) Af = Iklim panas hujan tropis. (2) As = Iklim savana dengan musim panas kering. (3) Aw = Iklim savana dengan musim dingin kering. (4) Am = Iklim antaranya, musim kering hanya sebentar.
- Daerah iklim B, terbagi menjadi dua macam iklim, yaitu:
(1) Bs = Iklim steppa, merupakan peralihan dari iklim gurun (BW) dan iklim lembab dari iklim A, C, dan D. (2) BW = Iklim gurun.
- Daerah iklim C, terbagi menjadi tiga macam iklim, yaitu:
(1) Cs = Iklim sedang (laut) dengan musim panas yang kering atau iklim lembab agak panas kering. (2) Cw = Iklim sedang (laut) dengan musim dingin yang kering atau iklim lembab dan sejuk. (3) Cf = Iklim sedang (darat) dengan hujan pada semua bulan.
- Daerah iklim D, terbagi dua macam iklim, yaitu:
(1) Dw = Iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang kering. (2) Df = Iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang lembab.
- Daerah iklim E, terbagi menjadi 2 macam iklim, yaitu:
(1) ET = Iklim tundra, temperatur bulan terpanas antara 0( sampai 10(C. (2) Ef = Iklim salju , iklim dimana terdapat es abadi.
Perlu Anda ketahui bahwa menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan D.
Af dan Am
|
=
|
terdapat
di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti Jawa
Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara.
|
Aw
|
=
|
terdapat
di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti
daerah-daerah di Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya
pantai selatan.
|
C
|
=
|
terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan.
|
D
|
=
|
terdapat di pegunungan salju Irian Jaya.
|
|
b.
|
Pembagian Iklim Menurut F. Junghuhn
Berdasarkan hasil penyelidikan Junghuhn pembagian daerah iklim di Jawa
ditetapkan secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Perhatikan pada gambar di bawah ini.
Menurut Junghuhn pembagian daerah iklim dapat dibedakan sebagai berikut
- Daerah panas/tropis
Tinggi tempat antara 0 – 600 m dari permukaan laut. Suhu 26,3° –
22°C. Tanamannya seperti padi, jagung, kopi, tembakau, tebu,
karet, kelapa, dan cokelat.
- Daerah sedang
Tinggi tempat 600 – 1500 m dari permukaan laut. Suhu 22° -17,1°C.
Tanamannya seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina,
dan sayur-sayuran.
- Daerah sejuk
Tinggi tempat 1500 – 2500 m dari permukaan laut. Suhu 17,1° –
11,1°C. Tanamannya seperti teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran.
- Daerah dingin
Tinggi tempat lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu 11,1° – 6,2°C. Tanamannya tidak ada tanaman budidaya.
|
c.
|
Pembagian Iklim Menurut Mohr Mohr membagi iklim berdasarkan curah hujan yang sampai ke permukaan bumi, yaitu menjadi tiga golongan sebagai berikut:
- Bulan kering (BK), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut kurang dari 60 mm.
- Bulan sedang (BS, yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut berkisar antara 60 – 90 mm.
- Bulan basah (BB), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut 100 mm ke atas.
|
d.
|
- Bulan kering (BK), yaitu curah hujan yang sampai ke permukaan bumi kurang dari 60 mm.
- Bulan basah (BB), yaitu curah hujan yang sampai kepermukaan bumi lebih dari 60 mm.
Klasifikasi iklim
Unsur-unsur
iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar
dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai
adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya
sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya
untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim
yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai
landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang
berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek
dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono
(2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan
pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang
benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti
angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan
merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Indonesia
adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia
sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya
pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor
pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air
merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya
pertanian khususnya budidaya padi.
Variasi
suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat
(altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan
semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu
menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan
ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia
ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin
timbul (Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia
berada di wilayah tropis maka selisih suhu siang dan suhu malam hari
lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau
dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub
selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada suhu
harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli
membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.
Hujan
merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut
waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu
klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)
seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai
kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa
dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola
tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim,
dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau
presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai
kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Beberapa
sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan
pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
a. Sistem Klasifikasi Koppen
Koppen
membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan
curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka
bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati
(vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf
besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995).
b. Sistem Klasifikasi Mohr
Klasifikasi
Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah
hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam
kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah
apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah
hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah
hujan <>
c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem
iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000)
penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih
banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut
Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan
kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi
iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X)
dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan
membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama
tahun pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun pengamatan (n) (Anon,
? ; Safi’i, 1995).
Schmidt-Fergoson
membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe
iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah)
jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah)
jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak
basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang
mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang)
jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis
vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya
hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang
ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah
padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).
d. Sistem Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi
iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah
kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan
tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara
berturut-turut.
Oldeman, et al
(1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah
150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70
mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama
adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150
mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan
untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan
curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu
bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih
besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan
bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya
periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas
yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu
tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9
bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika
kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan
padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman
membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim
merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut
yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan
banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun.
Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B,
zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana
angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone
A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya
dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami
padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh
saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem
gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam.
Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang
baik. (Oldeman, et al., 1980)
|
|